QUARTER LIFE CRISIS

Akhir-akhir ini tagar “ Umur25” kembali marak di media sosial. Banyak orang membagikan pencapaian mereka di usia 25 tahun dan beberapa membuat standar pencapaiannya. Inilah yang disebut dengan fenomena Quarter Life Crisis.

Sebenarnya fenomena ini sudah lama ada, beberapa jurnal penelitian ilmiah juga sudah membahasnya. Bahkan Linkedin pernah melakukan survey pada tahun 2017 yang menunjukkan sebanyak 75% dari usia 25-33 tahun di dunia mengaku pernah mengalami Quarter Life Crisis dengan usia rata-rata 27 tahun.

Quarter Life Crisis sendiri merupakan periode dimana manusia mulai masuk  masa dewasa. Krisis ini dianggap sebagai masa sulit yang dialami generasi usia 25-30 tahun, dimana kamu mungkin merasakan serangan emosional luar biasa yang datang dari dalam dan luar dirimu sehingga kamu menjadi cemas, tidak nyaman, kebingungan dengan arah hidup, merasa salah arah dan putus asa.

Krisis yang dialami di usia ini biasanya muncul karena :

  • Media Sosial. Karena membandingkan diri dengan orang lain yang dinilai “lebih”, baik secara fisik,  prestasi, karir, asmara dll. Terlebih jika yang dijadikan perbandingan adalah teman dekat, sehingga semakin tidak puas dengan apa yang telah dicapai saat ini.
  • Tuntutan sosial. Adanya tuntutan lingkungan untuk meraih pencapaian yang sesuai dengan standar publik. Pertanyaan-pertanyaan seperti “kapan lulus?” ,“kerja dimana?”, “kapan menikah?”, “sudah punya anak belum?” dan beberapa pertanyaan serupa yang bisa jadi membuat semakin tertekan.

Pertanyaan semacam itu pada budaya timur bisa jadi merupakan bentuk perhatian lingkungan terhadap kita. Akan tetapi pada beberapa pribadi yang kurang tangguh, hal tersebut memicu perasaan cemas, tidak nyaman, kesepian dan sampai dengan depresi yang sering disebut dengan fenomena Quarter Life Crisis.

Secara umum, cara menghadapi krisis ini adalah dengan lebih positif dalam menyikapi lingkungan dan tuntutan sosial. Namun terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan diantaranya :

  • Kenali diri dengan mengetahui potensi dan kekurangan diri. Hal ini penting untuk melakukan evaluasi dan perbaikan diri. Dengan mengetahui potensi dan kelemahan diri, kamu dapat menyiasati kelemahan dan mengoptimalkan potensinya.
  • Berhenti membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Karena kita tidak pernah tahu upaya yang dilakukan orang lain untuk mencapai hasil yang “tampak lebih” dibandingkan dirinya. Fokus pada upaya maksimal diri sendiri untuk mendapatkan yang terbaik.
  • Berbagi dengan orang yang dipercaya, usahakan tidak memendam keresahan sendiri agar beban pikiran lebih ringan dan mendapat solusi yang terbaik.
  • Menyusun rencana hidup. Buat target secara bertahap, mulai dengan target 5 tahun, 10 tahun, dan sterusnya, supaya target yang dibuat jadi lebih realistis dan mudah dicapai.
  • Terima kegagalan. Meyakini bahwa kegagalan adalah bagian dari proses hidup dan bukan untuk diratapi namun sebagai bahan evaluasi dan menentukan tujuan hidup
  • Bertindak nyata sebagai bagian untuk mulai berubah dan keluar dari krisis untuk memperbaikinya.

Jadi Quarter Life Crisis ini merupakan fenomena yang telah banyak terjadi di masyarakat, pada usia berapa hal tersebut terjadi tergantung pada lingkungan dan tuntunan sosial yang dialami masing-masing individu. Dan meski tampaknya meresahkan, Quarter Life Crisis juga bisa menjadi titik balik untuk menentukan tujuan hidup dan melakukan yang terbaik untuk tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan bertanggung jawab.

Artikel ditulis oleh Aditya Jaka Prakasa, mahasiswa/i Universitas Cendekia Mitra Indonesia